Sabtu, 26 November 2011

VII. Resting Energy Expenditure


            REE sering digunakan atlet untuk mencegah dan menjaga berat badan, REE memiliki porsi utama pada pengeluaran energy sehari-hari. REE bukan merupkan BMR. BMR merupakan ukuran minimal energy yang dibutuhkan untuk mempertahankan kesadaran, seperti detak jantung, respirasi sel, metabolisme sel, transmisi syaraf, temperatur tubuh, dan lain-lain. BMR diukur pada keadaan istirahat, setelah bangun tidur, dan 12 jam setelah makan.
            REE adalah pengeluaran energy yang dibutuhkan untuk mempertahankan fungsi normal tubuh pada saat istirahat. REE biasanya diukur pada pagi hari, setelah bangun tidur, dengan keadaan duduk atau tidur, suhu lingkungan normal, minimal 3 jam setelah makan, serta tidak melakukan kegiatan olahraga selama 12 jam sebelum dilakukan pengukuran.
  1. Pengukuran REE
Keseluruhan metoda kalori dapat digunakan untuk menukur REE. Prosedur untuk REE melibatkan dua hasil, 5-7 menit terus-menerus dilakukan pengukuran terhadap volume O2 dan volume CO2 atau satu hasil, 15 menit periode pengumpulan dengan pengukuran pada 5 menit pertama tidak dicatat. Responden berada pada posisi terlentang selama 30-45 menit, suhu ruangan normal. Untuk mengurangi kegelisahan yang disebabkan oleh perlatan yang digunakan, masker ataupun penutup bagian mulut dari sistem respiratori sebaiknya dimasukkan sehingga responden menjadi nyaman dalam bernafas melalui peralatan yang digunakan. Hasil akan didapatkan pada akhir pengukuran. Pengukuran BMR lebih membatasi terhadap pencegahan kegelisahan dan pengukuran didapat dengan subjek berada di dalam ruang calorimeter.
  1. Faktor yang mempengaruhi terhadap REE
Atlit memiliki lean body mass yang lebih besar dibandingkan dengan
seseorang yang bukan atlit. Lean body mass atau massa otot, merupakan bagian terpenting dari REE. Jika terdapat dua individu yang memiliki jenis kelamin yang sama, tinggi, dan berat, maka salah satu dari mereka dengan massa otot yang lebih besar dan massa lemak yang sedikit akan memiliki REE yang tinggi pengukuran REE dengan menggunakan lean body mass akan cenderung menyebabkan penyimpangan hasil.
            Jika seseorang berada pada ruangan yang memiliki temperature ekstrim dapat meningkatkan REE. Selama berada pada ruangan yang dingin, REE meningkat hingga dua kali lipat. Di dalam masyarakat kita efek klimaks yang dimiliki seorang atlit dapat dikatakan sangat sedikit karena sebagian sangat sedikit sekali atlit yang berada pada situasi tersebut.
            Pola konsumsi pangan dapat secara sepat memberikan efek terhadap rata-rata metabolisme. Komposisi asupan makanan juga dapat mempengaruhi pengaturan makan yang akan berakibat terhadap termogenis. Setelah makan, terjadi proses percernaan dan absorpsi, dan pada saat itu pula terjadi proses asimilasi substrat di dalam hati (Protein, glikogen) yang diperlukan untuk menghasilkan energy. Proses ini memiliki tingkat efisiensi sebesar 65%-95%, tergantung pada makanan yang dikonsumsi. Kalori tersebut berkaitan dengan DIT (dietary-induced thermogenesis). DIT diubah oleh substrat. Metabolisme karbohidrat dapat meningkatkan REE sebesar 4%-5%, protein meningkatkan REE sebesar 20%-30%, etanol sebesar 22%. Lemak meningkakan DIT sebesar 2%. DIT meningkat beberapa jam setelah makan, jika makanan yang dikonsumsi tinggi protein, DIT akan tetap bertahan hingga 3-5 jam.
            Hormone tiroxin, epineprin, dan insulin dapat meningkatkan REE. tiroksin dapat meningkatkan rata-rata metabolisme sel mitokondria, sementara epineprin memiliki efek yang cepat terhadap glikolisis, dan memungkinkan peningkatan otot, respirasi, dan sirkulasi metabolic. Insulin selain dapat meningkatkan cadangan glukosa, dapat juga meningkatkan metabolisme glukosa, terutama setelah makan.
            Proses olahraga yang dilakukan dalam jangka waktu yang panjang dapat berpengaruh terhadap REE. Akan tetapi pada hasil penelitian didapatkan hasil yang tidak konsisten. Beberapa hasil penelitian menyatakan, bahwa indiksi tinggginya REE per uni lean body mass pada atlit dibandingkan dengan control yang tetap,walaupun beberapa diantara mereka ada yang tidak setuju. Perbedaan tersebut ditemukan dan mungkin dikaitan pada metoda penelitian yang berbeda, bahwa (1) tidak memiliki control untuk efek sebelum berolahraga; (2) suhu dikaitkan dengan makanan yang dikonsumsi; (3) menggunakan penyilangn sampel yang bervariasi menurut ukuran dan komposisi tubuh

Sumber:
McMurray RG, Ondrak KS. 2007. Energy Expenditure of Athletes. Wolinsky I, Drikell JA. Sports Nutrion, Energy Metabolism and Exercise. 127-157.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar