Sabtu, 03 Desember 2011

yang ku tahu


Vitamin C
Vitamin C adalah vitamin yang tergolong vitamin yang larut dalam air. Sumber Vitamin C sebagian besar berasal dari sayur-sayuran dan buah-buahan. Asupan gizi rata-rata sehari sekitar 30 sampai 100 mg vitamin C yang dianjurkan untuk orang dewasa. Namun, terdapat variasi kebutuhan dalam individu yang berbeda (Almatsier 2001). Salah satu bentuk vitamin C adalah asam askorbat.
Asam askorbat merupakan ester siklik. Dalam larutan air mudah teroksidasi (reaksinya bolak-balik) membentuk asam dehidro-askorbat. Asam askorbat bersifat sangat sensitif terhadap pengaruh-pengaruh luar yang menyebabkan kerusakan seperti suhu, konsentrasi gula dan garam, pH, oksigen, enzim, dan katalisator logam (Belleville-Nabet 1996). Asam dehidro-askorbat dapat mengalami hidrolisis lebih lanjut membentuk produk degradasi yang bereaksi tidak bolak-balik asam diketoglukonat dan asam oksalat. Suatu larutan asam askorbat 5% dalam air memiliki pH 2.1-2.6, pH dari 10% larutan kalsium askorbat dalam air adalah antara 6.8 dan 7.4, dan pH dari larutan natrium askorbat dalam air antara 7.0 dan 8.0 (Suhartono dkk 2007).
Vitamin C mempunyai beberapa fungsi. Vitamin C berperan membantu spesifik enzim dalam melakukan fungsinya, bekerja sebagai antioksidan, berperan penting dalam membentuk kolagen, serat, struktur protein, membantu meningkatkan ketahanan tubuh terhadap infeksi, dan membantu tubuh menyerap zat besi. Adapun gejala awal kekurangan vitamin C adalah pendarahan di sekitar gigi dan merusak pembuluh darah di bawah kulit, menghasilkan pinpoint haemorrhages . Kekurangan banyak vitamin C berakibat pada sistem syaraf dan ketegangan otot. Hal ini dapat menyebabkan kerusakan otot seperti juga rasa nyeri, gangguan syaraf dan depresi. Gejala selanjutnya adalah anemia, sering terkena infeksi, kulit kasar dan kegagalan dalam menyembuhkan luka. Ketika seseorang mengkonsumsi sejumlah besar vitamin C dalam bentuk suplemen dalam jangka panjang, tubuh menyesuaikannya dengan menghancurkan dan mengeluarkan kelebihan vitamin C dari pada biasanya. Jika konsumsi kemudian secara tiba-tiba dikurangi, tubuh tidak akan menghentikan proses ini, sehingga menyebabkan penyakit kudisan. Selain itu, gejala keracunan vitamin C adalah mual, kejang perut, diare, sakit kepala, kelelahan dan susah tidur. Hal ini juga dapat menyebabkan terbentuknya batu ginjal (Zakaria 1996).

Pereaksi
Pereaksi yang digunakan pada penetapan kadar vitamin C dengan metode spektrofotometri antara lain asam oksalat atau asam metafosfat dan diklorofenol indofenol. Sebagai reduktor, asam askorbat akan mendonorkan satu elektron membentuk semidehidroaskorbat yang tidak bersifat reaktif dan selanjutnya mengalami reaksi disproporsionasi membentuk dehidroaskorbat yang bersifat tidak stabil. Dehidroaskorbat akan terdegradasi membentuk asam oksalat dan asam treonat.
Asam oksalat adalah senyawa kimia yang memiliki rumus H2C2O4 dengan nama sistematis asam etanadioat. Asam dikarboksilat paling sederhana tersebut biasa digambarkan dengan rumus HOOC-COOH (Belleville-Nabeet 1996). Banyak ion logam yang membentuk endapan tak larut dengan asam oksalat, contoh terbaik adalah kalsium oksalat (CaOOC-COOCa), yaitu penyusun utama jenis batu ginjal yang sering ditemukan. Adapun asam oksalat maupun asam metafosfat itu sendiri berperan dalam membuat larutan sampel dalam kondisi asam sehingga reaksi antara larutan sampel vitamin C dengan larutan diklorofenol ondofenol dapat berlangsung optimal (Hashmi 1986).
Larutan 2,6-diklorofenol indofenol dapat mengalami berbagai perubahan warna sesuai reaksi yang dialaminya. Larutan tersebut dalam suasana netral atau basis akan berwarna biru, sedangkan dalam suasana asam akan berwarna merah muda. Apabila 2,6-diklorofenol indofenol direduksi oleh asam askorbat maka akan menjadi tidak berwarna dan apabila semua asam askorbat sudah mereduksi 2,6-diklorofenol indofenol maka kelebihan larutan 2,6-diklorofenol indofenol sedikit saja sudah akan terlihat dengan terjadinya pewarnaan. Untuk perhitungan maka perlu dilakukan standarisasi larutan dengan vitamin C standar (Sudarmadji dkk 1996). Reaksi yang terjadi antara 2,6-diklorofenolindofenol dan vitamin C dapat digambarkan dengan persamaan dibawah ini (Hashmi, 1986):
Vitamin C pada Bahan Pangan
Dalam bahan pangan hanya terdapat vitamin dalam jumlah relatif sangat kecil dan terdapat dalam bentuk yang berbeda-beda. Vitamin dapat berbentuk provitamin atau calon vitamin (precursor) yang dapat diubah dalam tubuh menjadi vitamin yang aktif. Segera setelah diserap oleh tubuh provitamin akan mengalami perubahan kimia sehingga menjadi satu atau lebih bentuk yang aktif (Anonim 2009). Oleh karena itu, vitamin C disediakan dalam minuman atau suplemen sperti buavita melon. Buavita merupakan minuman buah sumber vitamin C yang mengandung vitamin C sebesar 9,8 mg/100 g. Adapun berdasarkan SNI 01-3722-1995 kandungan vitamin C minuman sumber vitamin C minimum 300 mg/100 g.

PENETAPAN KADAR IODIUM METODE SPEKTROFOTOMETRI


Metode Penentuan Kadar Iodium Secara Spektrofotometri
            Penentuan kadar iodium dapat dilakukan dengan berbagai metode salah satunya adalah metode spektrofotometri. Metode spektrofotometri itu sendiri dapat dilakukan dengan beberapa jenis metode antara lain metode kolorimetri dengan pereaksi serium, metode iod amylum, metode iod dengan alfa naftilamine, metode iod dengan orto toloidine, dan metode iod dengan 4 amino 4 metoksi difenilamine. Setiap jenis metode tersebut memiliki spesifikasi yang berbeda (Anonim 2005).
            Penentuan kadar iodium snack yang mengandung atau dengan rasa rumput laut pada praktikum kali ini menggunakan metode kolorimetri dengan pereaksi serium. Prinsip metode ini adalah serium (IV) sulfat akan bereaksi dengan asam arsenit dan katalisator ion iodium yang berasal dari larutan zat. Reaksi tersebut sangat peka dan akan membentuk warna kuning cerah yang dapat dibaca absorbansinya pada panjang gelombang 405 - 420 nm. Metode ini dianggap paling baik karena sangat peka mengingat kadar iodium yang terkandung dalam bahan pangan sangat kecil (Anonim 2005).
            Proses dalam metode ini berlangsung dalam dua tahap, yaitu digesti oksidasi dan perhitungan jumlah iodide anorganik. Digesti oksidasi adalah proses pemecahan unsur-unsur organik yang mengandung iodida dan merubah unsur iodida yang telah lepas tersebut menjadi bentuk iodida anorganik. Pada proses digesti oksidasi ini digunakan asam klorat dan sedikit kalium kromat sebagai katalisator. Setelah mangalami proses digesti oksidasi akan dihasilkan ion iodat. Ion iodat merupakan zat yang sukar menguap pada temperatur digesti, yaitu pada suhu antara 130°C - 150°C (Anonim 2005).
            Tahap perhitungan jumlah iodida anorganik dilakukan dengan cara spektrofotometri. Iodat yang terbentuk dari senyawa yang mengandung iodida hasil dari digesti oksidasi, kemudian direduksi oleh asam arsenit menjadi iodida. Asam arsenit dapat mereduksi serium (IV) yang berwarna kuning menjadi serium (III) yang tak berwarna. Reaksi ini berlangsung amat lambat. Adanya ion iodida akan mempercepat reaksi reduksi serium (IV) menjadi serium (III) dan ion iodida berfungsi sebagai katalisator. Semakin banyak iod organik yang terdapat dalam bahan pangan maka semakin banyak  iodat yang terjadi pada reaksi digesti oksidasi. Dengan demikian, semakin banyak juga iodida yang terbentuk yang berarti semakin besar pula kekuatan reaksi antara reduksi serium (IV) menjadi serium (III) (Anonim 2005).
            Iodida yang terbentuk kemudian bereaksi lagi dengan Ce4+ dan seterusnya sehingga reaksi selesai yang ditunjukkan dengan hilangnya warna kuning dari Ce4+. Reaksi reduksi ini dapat diamati dengan melihat berkurangnya warna kuning dari serium (IV). Reaksi tersebut dapat diamati dengan menggunakan spektrofotometer, yaitu dengan melihat serapan atau transmisi yang terbaca pada menit tertentu (Anonim 2005).
Asam Arsenit
Arsen, arsenik, atau arsenikum adalah unsur kimia dalam tabel periodik yang memiliki simbol As dan nomor atom 33. Arsen merupakan bahan metaloid yang terkenal beracun dan memiliki tiga bentuk alotropik, yaitu kuning, hitam, dan abu-abu. Arsenik dan senyawa arsenic memiliki beberapa fungsi seperti digunakan sebagai bahan pestisida, herbisida, insektisida, dan lain-lain (Anonim 2010). Selain itu, asam arsenit dapat mereduksi iodat yang terbentuk dari senyawa yang mengandung iodida setelah proses digesti oksidasi menjadi iodida. Asam arsenit juga dapat mereduksi serium (IV) yang berwarna kuning menjadi serium (III) yang tak berwarna dengan reaksi yang sangat lambat. Adanya ion iodida dapat berfungsi sebagai katalisator yang akan mempercepat reaksi reduksi serium (IV) menjadi serium (III) (Anonim 2005).
Asam Klorit
            Salah satu hasil dari penambahan pereaksi arsenit dan serium pada larutan sampel itu terbentuknya kristal. Kristal tersebut berasal dari kalsium yang terkandung dalam sampel dan sulfat sehingga membentuk kaslium sulfat yang berbentuk kristal yang dapat mengganggu pengamatan. Namun, kristal tersebut dapat diatasi dengan adanya asam klorit. Asam klorit merupakan campuran asam yang terbuat dari KClO3, HClO3, dan air dengan perbandingan tertentu yang berfungsi untuk mengendapkan kalsium sehingga kristal kalsium sulfat dapat terurai. Asam klorit ini ditambahkan sebelum penambahan pereaksi arsenit dan serium. (Anonim 2005).
Cerium Ammonium Sulfat
            Serium (IV) ammonium sulfat berfungsi untuk menurunkan kecepatan reaksi. Apabila hanya dilakukan reaksi katalisa arsen (III)-serium (IV) maka reaksi akan berjalan sangat cepat sehingga sulit untuk diamati serapannya. Oleh karena itu, untuk menurunkan kecepatan reaksi dapat dilakukan dengan memperkecil perbandingan arsen (III)-serium (IV). Caranya yaitu dengan mereaksikan larutan pereaksi arsen (III) oksida  dengan larutan pereaksi serium (IV) ammonium sulfat (Anonim 2005).
KNO3 dan NaOH
            KNO3 dan NaOH pada penetapan iodium metode spektrofotometri ini berfungsi sebagai katalisator dalam proses digesti oksidasi yang akan memecah unsur-unsur organik yang mengandung iodida dan merubah unsur iodida yang telah lepas menjadi bentuk iodida anorganik (Anonim 2005).
Iodium pada Bahan Pangan.
Potensi rumput laut alami Indonesia belum banyak dimanfaatkan secara optimal. Selama ini rumput laut hanya dimanfaatkan sebagai bahan baku industri karagenan, agar agar, sebagai bahan pangan, pakan maupun obat-obatan. Di samping itu, rumput laut mempunyai kandungan iodium tinggi yang terikat sebagai organo-iodium sehingga tidak mengurangi kelezatan makanan jika rumput laut digunakan dalam industri makanan seperti snack. Produk snack merupakan salah satu produk pangan yang sudah dikenal masyarakat dan mudah dijangkau masyarakat karena harganya murah. Dengan melalui fortifikasi rumput laut dalam pembuatan pangan diharapkan produk yang dihasilkan mempunyai kandungan iodium tinggi (Asben  2007).
Kadar iodium rumput laut cukup bervariasi tergantung terutama pada jenis rumput laut. Sebagian besar iodum rumput laut berbentuk iodide dan kandungan iodium rumput laut sekitar 2.400 - 155.000 kali lebih banyak dibandingkan kandungan iodium sayuran yang tumbuh di daratan. Berdasarkan hasil penelitian Gaqih & Yahya (1999), penambahan tepung rumput laut pada bahan pangan memberikan kadar iodium tertinggi, yaitu 0,8 mikrogram/L.

Sabtu, 26 November 2011

Blog ini Sedang Diikutkan dalam....

IX. Kebutuhan Pengeluaran Energi Bagi Atlet


            Kebutuhan hidup akan pengeluaran energi adalah sangat tinggi bila dibandingkan dengan REE dan itu sangat bergantung pada gaya hidup , pekerjaan, dan olahraga. Gaya hidup memberikan kontribusi lebih dari 30-9-% dari energi REE dan bergantung pada jenis pekerjaan yang dilakukan tiap orang. Contohnya, seseorang yang intensitas kerjanya lebih banyak duduk dan melakukan aktivitas kecil yang tidak ada hubungannya hanya akan membutuhkan 10-20% lebih kalori daripada REE, dimana diibaratkan seperti aebuah atap atau tembok yang dapat diberikan penambahan-penambahan energi sebesar 80-90%lebih kalori. Khusus bagi pelajar di perguruan tinggi yang menggunakan 40-50% lebih kalori seharinya untuk REE. Hal ini tidak dapat dijumlahkan untuk menjalankan program olahraga. Umumnya, orang dewasa yang melakukan olahraga selama 30-45 menit seharinya hanya akan membutuhkan penambahan intake kalori sebesar 10-14% diatas intake kalori yang biasa dibutuhkan untuk beristirahat, gaya hidup, dan bekerja. Bagaimanapun juga, bagi para atlet yang melakukan olahraga selama 3-5 jam seharinya, akan memiliki permintaan energi dari olahraga akan menjadi lebih besar dari total yang dianjurkan untuk REE ditunjang dengan gaya hidup yang akan dibutuhkan. Table dari pengeluaran energi selama melakukan berbagai macam aktivitas. Umumnya, table ini dapat digunakan sebagai alat untuk memperkirakan penambahan energi yang dibutuhkan tiap individu saat melakukan latihan olahraga yang spesifik. Table ini juga telah dikembangkan dari 140 referensi dan telah mewakili tingkat dari energi yang dibutuhkan. Perkiraan dari energi yang dibutuhkan ini seharusnya tidk dijadikan sebagai acuan yang bersifat absolute. Karena mereka hanya akan sangat merubah dasar-dasar pada lamanya waktu yang dibutuhkan untuk melakukan olahraga, intensitas dari olahraga tersebut, serta ukuran, usia, dan jenis kelamin para atletnya. Beberapa jenis olahraga seperti rekreasi, basketball membutuhkan lebih sedikit energi dibandingkan dengan jenis olahraga lainnya seperti kompetitif siklus daya tahan atau Ultra-Marathon Running yang membutuhkan jumlah energi yang banyak dari penambahan energi. Secara teratur, REE dapat digunakan untuk memperbaiki perkiraan pengeluaran energi yang akan terjadi.

VII. Resting Energy Expenditure


            REE sering digunakan atlet untuk mencegah dan menjaga berat badan, REE memiliki porsi utama pada pengeluaran energy sehari-hari. REE bukan merupkan BMR. BMR merupakan ukuran minimal energy yang dibutuhkan untuk mempertahankan kesadaran, seperti detak jantung, respirasi sel, metabolisme sel, transmisi syaraf, temperatur tubuh, dan lain-lain. BMR diukur pada keadaan istirahat, setelah bangun tidur, dan 12 jam setelah makan.
            REE adalah pengeluaran energy yang dibutuhkan untuk mempertahankan fungsi normal tubuh pada saat istirahat. REE biasanya diukur pada pagi hari, setelah bangun tidur, dengan keadaan duduk atau tidur, suhu lingkungan normal, minimal 3 jam setelah makan, serta tidak melakukan kegiatan olahraga selama 12 jam sebelum dilakukan pengukuran.
  1. Pengukuran REE
Keseluruhan metoda kalori dapat digunakan untuk menukur REE. Prosedur untuk REE melibatkan dua hasil, 5-7 menit terus-menerus dilakukan pengukuran terhadap volume O2 dan volume CO2 atau satu hasil, 15 menit periode pengumpulan dengan pengukuran pada 5 menit pertama tidak dicatat. Responden berada pada posisi terlentang selama 30-45 menit, suhu ruangan normal. Untuk mengurangi kegelisahan yang disebabkan oleh perlatan yang digunakan, masker ataupun penutup bagian mulut dari sistem respiratori sebaiknya dimasukkan sehingga responden menjadi nyaman dalam bernafas melalui peralatan yang digunakan. Hasil akan didapatkan pada akhir pengukuran. Pengukuran BMR lebih membatasi terhadap pencegahan kegelisahan dan pengukuran didapat dengan subjek berada di dalam ruang calorimeter.
  1. Faktor yang mempengaruhi terhadap REE
Atlit memiliki lean body mass yang lebih besar dibandingkan dengan
seseorang yang bukan atlit. Lean body mass atau massa otot, merupakan bagian terpenting dari REE. Jika terdapat dua individu yang memiliki jenis kelamin yang sama, tinggi, dan berat, maka salah satu dari mereka dengan massa otot yang lebih besar dan massa lemak yang sedikit akan memiliki REE yang tinggi pengukuran REE dengan menggunakan lean body mass akan cenderung menyebabkan penyimpangan hasil.
            Jika seseorang berada pada ruangan yang memiliki temperature ekstrim dapat meningkatkan REE. Selama berada pada ruangan yang dingin, REE meningkat hingga dua kali lipat. Di dalam masyarakat kita efek klimaks yang dimiliki seorang atlit dapat dikatakan sangat sedikit karena sebagian sangat sedikit sekali atlit yang berada pada situasi tersebut.
            Pola konsumsi pangan dapat secara sepat memberikan efek terhadap rata-rata metabolisme. Komposisi asupan makanan juga dapat mempengaruhi pengaturan makan yang akan berakibat terhadap termogenis. Setelah makan, terjadi proses percernaan dan absorpsi, dan pada saat itu pula terjadi proses asimilasi substrat di dalam hati (Protein, glikogen) yang diperlukan untuk menghasilkan energy. Proses ini memiliki tingkat efisiensi sebesar 65%-95%, tergantung pada makanan yang dikonsumsi. Kalori tersebut berkaitan dengan DIT (dietary-induced thermogenesis). DIT diubah oleh substrat. Metabolisme karbohidrat dapat meningkatkan REE sebesar 4%-5%, protein meningkatkan REE sebesar 20%-30%, etanol sebesar 22%. Lemak meningkakan DIT sebesar 2%. DIT meningkat beberapa jam setelah makan, jika makanan yang dikonsumsi tinggi protein, DIT akan tetap bertahan hingga 3-5 jam.
            Hormone tiroxin, epineprin, dan insulin dapat meningkatkan REE. tiroksin dapat meningkatkan rata-rata metabolisme sel mitokondria, sementara epineprin memiliki efek yang cepat terhadap glikolisis, dan memungkinkan peningkatan otot, respirasi, dan sirkulasi metabolic. Insulin selain dapat meningkatkan cadangan glukosa, dapat juga meningkatkan metabolisme glukosa, terutama setelah makan.
            Proses olahraga yang dilakukan dalam jangka waktu yang panjang dapat berpengaruh terhadap REE. Akan tetapi pada hasil penelitian didapatkan hasil yang tidak konsisten. Beberapa hasil penelitian menyatakan, bahwa indiksi tinggginya REE per uni lean body mass pada atlit dibandingkan dengan control yang tetap,walaupun beberapa diantara mereka ada yang tidak setuju. Perbedaan tersebut ditemukan dan mungkin dikaitan pada metoda penelitian yang berbeda, bahwa (1) tidak memiliki control untuk efek sebelum berolahraga; (2) suhu dikaitkan dengan makanan yang dikonsumsi; (3) menggunakan penyilangn sampel yang bervariasi menurut ukuran dan komposisi tubuh

Sumber:
McMurray RG, Ondrak KS. 2007. Energy Expenditure of Athletes. Wolinsky I, Drikell JA. Sports Nutrion, Energy Metabolism and Exercise. 127-157.