Sabtu, 26 November 2011

Blog ini Sedang Diikutkan dalam....

IX. Kebutuhan Pengeluaran Energi Bagi Atlet


            Kebutuhan hidup akan pengeluaran energi adalah sangat tinggi bila dibandingkan dengan REE dan itu sangat bergantung pada gaya hidup , pekerjaan, dan olahraga. Gaya hidup memberikan kontribusi lebih dari 30-9-% dari energi REE dan bergantung pada jenis pekerjaan yang dilakukan tiap orang. Contohnya, seseorang yang intensitas kerjanya lebih banyak duduk dan melakukan aktivitas kecil yang tidak ada hubungannya hanya akan membutuhkan 10-20% lebih kalori daripada REE, dimana diibaratkan seperti aebuah atap atau tembok yang dapat diberikan penambahan-penambahan energi sebesar 80-90%lebih kalori. Khusus bagi pelajar di perguruan tinggi yang menggunakan 40-50% lebih kalori seharinya untuk REE. Hal ini tidak dapat dijumlahkan untuk menjalankan program olahraga. Umumnya, orang dewasa yang melakukan olahraga selama 30-45 menit seharinya hanya akan membutuhkan penambahan intake kalori sebesar 10-14% diatas intake kalori yang biasa dibutuhkan untuk beristirahat, gaya hidup, dan bekerja. Bagaimanapun juga, bagi para atlet yang melakukan olahraga selama 3-5 jam seharinya, akan memiliki permintaan energi dari olahraga akan menjadi lebih besar dari total yang dianjurkan untuk REE ditunjang dengan gaya hidup yang akan dibutuhkan. Table dari pengeluaran energi selama melakukan berbagai macam aktivitas. Umumnya, table ini dapat digunakan sebagai alat untuk memperkirakan penambahan energi yang dibutuhkan tiap individu saat melakukan latihan olahraga yang spesifik. Table ini juga telah dikembangkan dari 140 referensi dan telah mewakili tingkat dari energi yang dibutuhkan. Perkiraan dari energi yang dibutuhkan ini seharusnya tidk dijadikan sebagai acuan yang bersifat absolute. Karena mereka hanya akan sangat merubah dasar-dasar pada lamanya waktu yang dibutuhkan untuk melakukan olahraga, intensitas dari olahraga tersebut, serta ukuran, usia, dan jenis kelamin para atletnya. Beberapa jenis olahraga seperti rekreasi, basketball membutuhkan lebih sedikit energi dibandingkan dengan jenis olahraga lainnya seperti kompetitif siklus daya tahan atau Ultra-Marathon Running yang membutuhkan jumlah energi yang banyak dari penambahan energi. Secara teratur, REE dapat digunakan untuk memperbaiki perkiraan pengeluaran energi yang akan terjadi.

VII. Resting Energy Expenditure


            REE sering digunakan atlet untuk mencegah dan menjaga berat badan, REE memiliki porsi utama pada pengeluaran energy sehari-hari. REE bukan merupkan BMR. BMR merupakan ukuran minimal energy yang dibutuhkan untuk mempertahankan kesadaran, seperti detak jantung, respirasi sel, metabolisme sel, transmisi syaraf, temperatur tubuh, dan lain-lain. BMR diukur pada keadaan istirahat, setelah bangun tidur, dan 12 jam setelah makan.
            REE adalah pengeluaran energy yang dibutuhkan untuk mempertahankan fungsi normal tubuh pada saat istirahat. REE biasanya diukur pada pagi hari, setelah bangun tidur, dengan keadaan duduk atau tidur, suhu lingkungan normal, minimal 3 jam setelah makan, serta tidak melakukan kegiatan olahraga selama 12 jam sebelum dilakukan pengukuran.
  1. Pengukuran REE
Keseluruhan metoda kalori dapat digunakan untuk menukur REE. Prosedur untuk REE melibatkan dua hasil, 5-7 menit terus-menerus dilakukan pengukuran terhadap volume O2 dan volume CO2 atau satu hasil, 15 menit periode pengumpulan dengan pengukuran pada 5 menit pertama tidak dicatat. Responden berada pada posisi terlentang selama 30-45 menit, suhu ruangan normal. Untuk mengurangi kegelisahan yang disebabkan oleh perlatan yang digunakan, masker ataupun penutup bagian mulut dari sistem respiratori sebaiknya dimasukkan sehingga responden menjadi nyaman dalam bernafas melalui peralatan yang digunakan. Hasil akan didapatkan pada akhir pengukuran. Pengukuran BMR lebih membatasi terhadap pencegahan kegelisahan dan pengukuran didapat dengan subjek berada di dalam ruang calorimeter.
  1. Faktor yang mempengaruhi terhadap REE
Atlit memiliki lean body mass yang lebih besar dibandingkan dengan
seseorang yang bukan atlit. Lean body mass atau massa otot, merupakan bagian terpenting dari REE. Jika terdapat dua individu yang memiliki jenis kelamin yang sama, tinggi, dan berat, maka salah satu dari mereka dengan massa otot yang lebih besar dan massa lemak yang sedikit akan memiliki REE yang tinggi pengukuran REE dengan menggunakan lean body mass akan cenderung menyebabkan penyimpangan hasil.
            Jika seseorang berada pada ruangan yang memiliki temperature ekstrim dapat meningkatkan REE. Selama berada pada ruangan yang dingin, REE meningkat hingga dua kali lipat. Di dalam masyarakat kita efek klimaks yang dimiliki seorang atlit dapat dikatakan sangat sedikit karena sebagian sangat sedikit sekali atlit yang berada pada situasi tersebut.
            Pola konsumsi pangan dapat secara sepat memberikan efek terhadap rata-rata metabolisme. Komposisi asupan makanan juga dapat mempengaruhi pengaturan makan yang akan berakibat terhadap termogenis. Setelah makan, terjadi proses percernaan dan absorpsi, dan pada saat itu pula terjadi proses asimilasi substrat di dalam hati (Protein, glikogen) yang diperlukan untuk menghasilkan energy. Proses ini memiliki tingkat efisiensi sebesar 65%-95%, tergantung pada makanan yang dikonsumsi. Kalori tersebut berkaitan dengan DIT (dietary-induced thermogenesis). DIT diubah oleh substrat. Metabolisme karbohidrat dapat meningkatkan REE sebesar 4%-5%, protein meningkatkan REE sebesar 20%-30%, etanol sebesar 22%. Lemak meningkakan DIT sebesar 2%. DIT meningkat beberapa jam setelah makan, jika makanan yang dikonsumsi tinggi protein, DIT akan tetap bertahan hingga 3-5 jam.
            Hormone tiroxin, epineprin, dan insulin dapat meningkatkan REE. tiroksin dapat meningkatkan rata-rata metabolisme sel mitokondria, sementara epineprin memiliki efek yang cepat terhadap glikolisis, dan memungkinkan peningkatan otot, respirasi, dan sirkulasi metabolic. Insulin selain dapat meningkatkan cadangan glukosa, dapat juga meningkatkan metabolisme glukosa, terutama setelah makan.
            Proses olahraga yang dilakukan dalam jangka waktu yang panjang dapat berpengaruh terhadap REE. Akan tetapi pada hasil penelitian didapatkan hasil yang tidak konsisten. Beberapa hasil penelitian menyatakan, bahwa indiksi tinggginya REE per uni lean body mass pada atlit dibandingkan dengan control yang tetap,walaupun beberapa diantara mereka ada yang tidak setuju. Perbedaan tersebut ditemukan dan mungkin dikaitan pada metoda penelitian yang berbeda, bahwa (1) tidak memiliki control untuk efek sebelum berolahraga; (2) suhu dikaitkan dengan makanan yang dikonsumsi; (3) menggunakan penyilangn sampel yang bervariasi menurut ukuran dan komposisi tubuh

Sumber:
McMurray RG, Ondrak KS. 2007. Energy Expenditure of Athletes. Wolinsky I, Drikell JA. Sports Nutrion, Energy Metabolism and Exercise. 127-157.

IV. Laju Metabolisme Selama Berenang


Empat pendekatan yang digunakan untuk memperoleh data metabolisme selama berenang yaitu suatu keperluan ergometer renang stationer, berenang di air mengalir, kolam yang melingkar untuk menghindari permasalahan dengan putaran, dan penghitungan mundur pada akhir berenang. Ergometer renang digunakan pada beberapa waktu yang sama. Perenang dicoba dengan suatu sabuk, dengan kawat-kawat yang membentang menjauhkan diri dari masing-masing sisi dari perenang dengan baik di luar panjang kaki nya. Kawat-kawat itu dipisahkan oleh suatu palang yang mengapung. Suatu kabel palang melalui suatu katrol pada permukaan air langsung ke atas dan ada katrol lagi diatasnya yang kemudian diberi beban. Beban menggantung bebas pada kabel. Konsep ini menunjukan bahwa perenang susah berenang karena ada beban tersebut. Beban dapat ditambah atau dikurangi untuk memudahkan perenang bekerja lebih mudah atau lebih keras. Kemudian pada geladak kolam dapat dipasang alat/tabung gas yang dapat mengukur VO2. Sistem ini bekerja dengan baik, tetapi dapat mengubah posisi tubuh dan dinamika dari perenang, membuat tendangan orang lebih keras dibanding normal untuk memelihara kelurusan.
Berenang pada saluran air dilakukan pada saluran air dengan percepatan yang spesifik, memerlukan kesimbangan pada tangki yang kecil. Pengukuran metabolismnya sama dengan pada ergometer. Gerakan pada saat berenang pada saluran air ini lebih alami jika diabndingkan dengan ergometer.
Kolam yang melingkar digunakan oleh perenang untuk berenang secara terus-menerus di sekitar kolam. Sistem metabolisme diletakan mengelilingi kolam. Lengan dari perenang dipasang tabung nafas. Sperti halnya pada ergometer, pemasangan tabung nafas dapat mempengaruhi posisi tubuh kecuali pada saat berenang dada. Selain itu karena perenang berenang secara melingkar dan terus menerus menyebabkan gerakannya sisi tubuhnya banyak sehingga gerakannya menjadi lebih besar disbanding yang lainnya. Metode ini sangat mahal namun data metabolism yang diperoleh lebih akurat.
 Perenang biasanya menyebrangi panjang kolam, berada di bawah air, atau menghempaskan putaran untuk mengubah arah. Tidak ada sistem metabolism yang dapat mengukur gerakan ini. Selain itu juga, pemakaian setiap alat pernapasan selama berenang dapat merubah posisi tubuh di air serta putaran kepala, meningkatkan perlawanan memerlukan kekuatan yang menyebabkan pengeluaran energi menjadi lebih banyak. Cara yang dapat mengatasi masalah ini yaitu metode penghitungan mundur pada akhir berenang. Metode ini menggunakan standar alat pengukur nafas. Perenang biasanya berenang 200-400 meter. Pada saat selesai berenang stopwatch dinyalakan dan dipasangkan alat spirometer pada muka atau mulutnya. Kemudian VO2 diukur selama 20 detik, dengan rumus: VO2(L/MIN) = ( 0916 × VO2M) +0426. Hasil itu dapat dikonversi menjadi kcal menggunakan rumus berikut:  kcal/min = VO2 (L/min) ×486 Kcal/L.
Tes ini perlu dilakukan untuk tes atlet. Individu yang sama mungkin punya tanggapan yang berbeda terhadap satu tes latihan, tergantung pada alat yang diselenggarakan. Energi aerob olahraga treadmill lebih besar daripada olahraga sepeda. Selama latihan treadmill atlet mengangkut massa tubuh mereka dan mempunyai otot aktif yang lebih besar jika dibandingkan dengan sepeda, Faulkner at al. VO2 maksimum yang digunakan lebih tinggi dan juga masa otot aktif yang digunakan lebih banyak. Perbandingan antara VO2 yang digunakan pada mendayung dan treadmill ternyata lebih besar pada treadmill. Olahraga dayung untuk suatu tingkatan laktat yang diberi, selagi VO2max selama kayuhan; olahraga dayung adalah lebih besar dari di treadmill54, Pengarang-pengarang menujukan perbedaan-perbedaan ini untuk mengambil sikap dan meningkat hasil pembuluh darah selama kayuhan; olahraga dayung. Akhirnya, kuasa(tenaga aerob maksimal lebih besar sudah dilihat selama treadmill menguji dibanding di swimming50 Interestingly, ketika perenang-perenang yang dilatih;terlatih diselesaikan suatu test yang maksimal selama bersepeda/ beredar dan berenang, nilai-nilai yang lebih tinggi dicapai selama swimming Triathletes, sebaliknya, mempunyai kuasa (tenaga aerob maksimal yang lebih tinggi selama bersepeda/ beredar test dibanding di swimming. Hal ini menunjukkan pentingnya mempertimbangkan pelatihan atlit itu ketika memilih gaya ujian.

 
Sumber:
McMurray RG, Ondrak KS. 2007. Energy Expenditure of Athletes. Wolinsky I, Drikell JA. Sports Nutrion, Energy Metabolism and Exercise. 127-157.

VI. Anaerobik Threshold


Anaerobik threshold menunjukkan transisi dari aerobik ke anaerobik metabolisme. Dalam istilah yang tepat anaerobik threshold ditentukan dari pengukuran tingkat laktat darah pada berbagai intensitas latihan, dengan standar pengeluaran laju pekerjaan, kecepatan, laju metabolisme, atau detak jantung ketika tingkat laktat mencapai 4,0 mmol / L. Dalam istilah praktis, maka anaerobik threshold dikenal sebagai ventilasi ambang batas. Alasan untuk terminologi yang berbeda adalah ambang batas laktat sangat berkorelasi dengan ventilasi ambang batas dan ventilasi ambang lebih mudah untuk mengukurnya dan tidak memerlukan sampel darah. Selain langsung memperoleh tingkat laktat darah pada setiap tahap progresif, maka ambang batas anaerobik diidentifikasi secara tidak langsung selama tes latihan progresif menggunakan salah satu metode berikut:
1.    Tidak langsung dengan kenaikan yang tidak proporsional VE relatif terhadap VO2 atau VCO2
2.    Penurunan PETO2 tanpa merubah PETCO2
3.    Peningkatan tidak linear VE/VO2 relatif terhadap VE/VCO2.
Di atas batas ini, peningkatan metabolisme anaerobik mengarah pada akumulasi laktat darah dan kelelahan. Laktat adalah buffer oleh HCO-3, yang menyebabkan kenaikan produksi CO2 dan keadaan asidosis metabolik karena kelebihan sisa H+. Perubahan ini diilustrasikan oleh dua persamaan berikut:
Lactic Acid + Na+ → NaLaktat + H+
H+ + HCO3 → H2CO3 → H2O + CO2.
Kelebihan H+ dan CO2 dapat merangsang kemoreseptor untuk meningkatkan ventilasi yang dibutuhkan untuk metabolisme, dengan hasil bahwa CO2 dihilangkan oleh ventilasi. Oleh karena itu, ini adalah alasan yang digunakan VCO2 tidak langsung untuk penanda produksi laktat.
Identifikasi AT sangat penting untuk daya tahan atlet. Dalam beberapa contoh, penelitian telah menunjukkan bahwa AT bisa meningkat tanpa peningkatan kapasitas maksimal. Dengan demikian, daya tahan atlet dapat meningkatkan penampilan (kecepatan) saat berolahraga pada persentase VO2max yang lebih tinggi tanpa efek dari asam laktat. Pada kenyataannya, sebagian besar literatur menunjukkan bahwa batas ketahanan atlet anaerobik di atas 75% VO2max dan mungkin bisa mencapai 95% dari VO2max. Sebaliknya, AT dari pelari 60-70% lebih rendah dari VO2max dan AT mahasiswa sekitar 65% dari VO2max. Mekanisme yang bertanggung jawab atas perbedaan adalah peningkatan laktat, penghapusan dan peningkatan fungsi mitokondria dan enzim aktivitas individu terlatih. Adaptasi pelatihan ini dapat membantu meningkatkan produksi energi dari sumber aerobik, yang memungkinkan para atlet untuk latihan yang lebih tinggi intensitasnya sebelum beralih kepada sumber energi anaerobik dan meningkat seiring meningkatnya laktat darah. Akibatnya, daya tahan latihan dapat meningkat drastis. Sebaliknya, periode sebelum latihan berakibat pada hilangnya adaptasi ini, anaerobik threshold kembali ke tingkat sebelum latihan. Mengetahui anaerobik threshold seseorang juga memiliki implikasi penting untuk pelatihan. Latihan pada beban kerja tepat di bawah anaerobik threshold memungkinkan atlet untuk latihan di intensitas tertinggi sebelum kemudian terjadi akumulasi laktat. Kelelahan selama pelatihan jenis ini tidak berhubungan dengan terbentuknya laktat, para atlet dapat berlatih lebih lama dan menerima efek pelatihan aerobik maksimal.
Beberapa metode yang digunakan untuk menentukan anaerobik threshold. Paling umum adalah melalui tes treadmill atau siklus ergometer. Selama bergradasi tes latihan, intensitas latihan meningkat interval yang telah ditentukan oleh peningkatan kecepatan bertahap dan nilai treadmill atau hambatan pada siklus ergometer. Dengan pengumpulan tes pengukuran ventilasi, pengukuran laktat darah dapat diambil pada setiap tahap. Metode yang paling umum adalah untuk menemukan titik VE meningkat secara tidak proporsional terhadap VO2. Cara paling mudah untuk mengidentifikasi titik ini adalah dengan memplotkan VE dan VO2 pada grafik, dengan beban kerja pada sumbu x dan VE/VO2 pada sumbu-y. Beban kerja yang sesuai dengan anaerobik threshold adalah titik di mana garis meningkat dalam bentuk tidak linear. Ketika kadar laktat darah diperoleh, plot yang sama dengan laktat dan VO2 atau denyut jantung dapat dibuat. Titik di mana tingkat laktat darah mulai meningkat dalam mode lengkung disebut sebagai ambang laktat atau terjadinya akumulasi laktat darah (OBLA). Sebuah nilai batas 4,0 mM / L sering diidentifikasi, meskipun nilai ini berbeda dari orang ke orang. AT telah dinyatakan dalam VO2 mutlak (L / menit), sebagai persentase dari VO2max di mana AT terjadi (relatif AT), dan menunjukkan secara praktis, dalam hal dari denyut jantung pada AT. Untuk atlet, AT yang terkait dengan detak jantung paling banyak aplikasinya ke latihan mereka, karena tidak umum VO2 diukur selama sesi pelatihan, namun detak jantung mudah dicapai dalam segala situasi pelatihan. Untuk mengkonfirmasi bahwa beban kerja yang benar diidentifikasi, kedua tingkat tes latihan sering dilakukan. Dalam tes konfirmasi ini, atlet dilatih untuk periode waktu yang sama pada intensitas sedikit lebih rendah, sama, dan sedikit lebih besar dari pada anaerobik threshold mereka. Jika anaerobik threshold adalah teridentifikasi, VE/VO2 atlet dan laktat darah akan tetap stabil pada intensitas lebih rendah, mulai meningkat pada intensitas sesuai dengan AT dan meningkat drastis selama intensitas tertinggi. Jika VE/VO2 dan laktat darah tidak meningkat tajam dalam salah satu dari tiga tahap, maka AT belum terpenuhi.
Metode lain yang digunakan untuk mengidentifikasi AT melibatkan pengukuran kecepatan laju jantung saat berjalan. Metode ini cepat, sederhana, dan mudah dijalankan di luar laboratorium. Dengan menggunakan metode ini, titik di mana kecepatan detak jantung hubungan menjadi tidak linear dianggap AT. Sebuah studi membandingkan AT diperoleh dengan metode ini menemukan korelasi kuat (r = 0,99) antara defleksi ini di HR dan AT diukur melalui laktat darah. Namun, metode ini telah dibuktikan oleh para peneliti yang lain bahwa defleksi denyut jantung tidak selalu terkait dengan ambang laktat.


Sumber:
McMurray RG, Ondrak KS. 2007. Energy Expenditure of Athletes. Wolinsky I, Drikell JA. Sports Nutrion, Energy Metabolism and Exercise. 127-157